Responsif Kerja Cerdas SEGERA - PDAM

5 Kuliner Betawi yang Terancam Punah, Kaya Rasa dan Budaya

Masyarakat Betawi menyimpan kekayaan rasa dalam beragam sajian yang unik, penuh rempah, dan sarat makna budaya. Namun sayangnya, seiring waktu, banyak dari makanan khas mereka yang kini kian sulit ditemukan.

Mengutip Lembaga Kebudayaan Betawi, masyarakat Betawi mampu menciptakan berbagai resep masakan yang unik dari bahan-bahan yang tumbuh di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, misalnya hidangan dari bunga durian, melinjo, mengkudu, jengkol dan masih banyak lagi.

Masakan Betawi juga mempunyai karakter khusus pada pengolahannya. Misalnya saja harus ditumis sampai wangi, berlainan dengan masakan Padang yang relatif tidak terbiasa dengan metode tumisan.

Namun sayang, warisan kuliner Betawi perlahan menghilang dari ingatan dan meja makan. Entah karena bahan baku yang makin langka, proses masak yang rumit, atau karena selera masyarakat yang bergeser, sejumlah hidangan khas Betawi kini hanya muncul saat acara-acara seremonial saja. Nah Kamu, berikut daftar makanan khas Betawi yang makin sulit ditemukan.

1. Gabus Pucung

Gabus pucung adalah salah satu hidangan Betawi yang dulunya sering hadir di meja makan masyarakat Betawi pinggiran. Ciri khasnya terletak pada kuah hitam pekat yang dihasilkan dari buah keluak (pucung). Bahan ini juga menjadi dasar masakan rawon di Jawa Timur.

Daging ikan gabus yang empuk menjadi pelengkap utama dalam kuah gurih dan pekat ini. Namun kini, gabus pucung makin sulit dijumpai di rumah makan Betawi maupun pasar tradisional.

Salah satu penyebab utamanya adalah kian langkanya ikan gabus di daerah urban seperti Jakarta, karena alih fungsi lahan basah dan rawa. Selain itu, proses memasak dengan keluak membutuhkan keahlian tersendiri agar rasanya tidak pahit.

2. Sayur Babanci

Meskipun namanya mengandung kata “sayur”, sayur babanci tidak mengandung sayur-sayuran. Sebaliknya, dia terdiri dari potongan daging sapi yang dimasak dalam kuah santan berwarna cokelat kemeraha yang kaya rempah-rempah khas Nusantara.

Hidangan ini disebut “babanci” karena sulit dikategorikan, dia bukan gulai, bukan kari, bukan soto, dan juga bukan semur. Dalam sejarahnya, sayur babanci disajikan dalam upacara-upacara penting masyarakat Betawi, seperti Maulid Nabi atau selamatan.

Yang membuat sayur ini kian langka bukan hanya karena teknik memasaknya rumit, tetapi juga karena banyak rempah yang digunakan seperti kedaung, lempuyang, dan temu mangga sudah sulit ditemukan.

3. Sayur Besan

Seperti namanya, sayur ini disajikan secara khusus saat keluarga pengantin laki-laki bersilaturahmi ke rumah pengantin perempuan. Komposisi utama hidangan ini adalah terubuk bunga dari tanaman tebu liar yang memiliki tekstur unik dan rasa gurih.

Terubuk dimasak bersama kentang, petai, soun, dan santan yang kaya rasa namun ringan. Namun kini, keberadaan sayur besan makin jarang. Salah satu kendala utamanya adalah sulitnya mencari terubuk di perkotaan karena tanaman ini tidak dibudidayakan secara massal dan hanya tumbuh di daerah tertentu.

Selain itu, karena hanya dikaitkan dengan momen pernikahan, sayur ini tidak hadir dalam keseharian masyarakat Betawi. Akibatnya, banyak generasi muda Betawi yang bahkan tidak pernah mencicipi atau mengenal sayur ini.

4. Bubur Ase

Bubur ase menggabungkan bubur nasi tawar dengan semur daging dan asinan sayur. Rasanya sangat kompleks, seperti gurih, manis, dan asam. Dalam penyajiannya, bubur ase ditaburi teri goreng, kacang tanah, kucai, dan bawang goreng, kemudian disiram kuah semur dan diberi asinan timun serta wortel.

Meski sempat populer, kini bubur ase sangat jarang ditemui bahkan di pusat kuliner tradisional. Salah satu penyebabnya adalah cara penyajian yang rumit dan rasa yang mungkin dianggap “aneh” bagi lidah masyarakat modern. Selain itu, bubur ase dianggap tidak praktis untuk dijual dalam bentuk makanan siap saji.

5. Kue Sengkulun

Kue sengkulun berbahan dasar tepung ketan, santan, dan gula merah. Teksturnya kenyal, dengan warna cokelat keemasan dari gula. Biasanya disajikan dengan parutan kelapa di atasnya. Kue ini memiliki rasa manis alami dan aroma khas yang berasal dari proses pengukusan dalam daun pisang.

Dulu, kue sengkulun kerap ditemukan di pasar-pasar tradisional atau disajikan saat acara keluarga. Sekarang, kue ini termasuk langka karena sudah sangat sedikit pembuat kue tradisional yang mempertahankan resep dan teknik pembuatannya. Masyarakat urban juga mulai meninggalkan jajanan pasar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *