Krisis Solar Nelayan di Takabonerate, Ketergantungan Tinggi pada Pemasok Luar Selayar

TAKABONERATE – DI tengah keindahan alam Kepulauan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, para nelayan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar solar. Data terbaru menunjukkan bahwa total kebutuhan solar di enam desa utama di kawasan ini mencapai lebih dari 31.000 liter, atau setara dengan 31 ton per hari.

Enam desa yang menjadi jantung aktivitas perikanan, yaitu Pulau Pasitallu, Latondu, Rajuni, Tarupa, Jinato, dan Tambuna, memiliki populasi nelayan yang mencapai 2.107 orang dengan 1.369 perahu. Kebutuhan solar harian mereka bervariasi, mulai dari 2.000 hingga 9.250 liter per desa. Desa Rajuni mencatatkan konsumsi tertinggi, mencapai 9.250 liter per hari, diikuti oleh Jinato (7.750 liter), Tarupa (5.800 liter), dan Pasitallu (3.175 liter). Rata-rata konsumsi solar per perahu berkisar antara 10 hingga 25 liter per hari.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Biaya yang harus ditanggung oleh para nelayan pun cukup menguras kantong. Dengan harga solar yang berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 13.000 per liter, total pengeluaran untuk solar di kawasan ini diperkirakan mencapai hampir Rp 12 miliar per bulan.

Lebih memprihatinkan, ketergantungan pada distribusi bahan bakar dari luar semakin memperburuk situasi. Sebagian besar pasokan solar diambil dari pembeli ikan yang datang dari Kabupaten Sinjai dan Bulukumba, menggunakan kapal besar secara berkala. Sementara itu, distribusi resmi dari ibu kota kabupaten, Benteng Selayar, masih sangat minim.

Menariknya, pembeli ikan dari luar pulau tidak hanya membawa solar, tetapi juga menyuplai sembako, alat tangkap, dan berbagai kebutuhan harian nelayan. Hal ini menciptakan pola ketergantungan struktural yang mendesak untuk ditangani melalui kebijakan yang lebih efektif.

Arsil Ihsan, Legislator NasDem Selayar, sering mengangkat isu ini dan menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah. Ia berpendapat bahwa jika pemerintah daerah benar-benar peduli, seharusnya sudah ada Unit Penyalur BBM Nelayan (UPBN) di titik-titik padat nelayan, terutama di Kawasan Nasional Takabonerate.

Subsidi biaya distribusi dari pusat kabupaten juga menjadi opsi penting, mengingat mahalnya ongkos logistik antar pulau. Selain itu, nelayan di Takabonerate harus mematuhi aturan konservasi yang ditetapkan oleh Balai Taman Nasional Takabonerate.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dan instansi terkait diharapkan segera menindaklanjuti persoalan ini secara sistematis, demi keberlanjutan ekonomi nelayan dan menjaga ketahanan pangan laut di daerah kepulauan Selayar. Dengan langkah yang tepat, harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi para nelayan di Takabonerate bukanlah hal yang mustahil.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *