MAKASSAR – Muara Harianja (MH) menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan penyeretan terhadap mantan rektor Universitas Atma Jaya, Wihalminus Sombo Layuk. Menurutnya, tindakan yang diambil hanya sebatas meminta petugas keamanan untuk mengajak Wihalminus keluar dari kampus, karena ia dianggap melanggar aturan dengan mengadakan rapat ‘gelap’ di lingkungan kampus.
Tindakan ini dilakukan setelah beberapa kali memberikan peringatan lisan. “Saya ingin meluruskan, tidak ada penyeretan yang dilakukan oleh siapa pun. Yang terjadi hanya pengantaran keluar dan dituntun ke lift. Setelah itu, kami biarkan dia, meskipun dia terus menelepon meminta pengamanan, padahal tidak ada kekerasan,” jelas MH.
Ia juga mengakui bahwa nada bicaranya sempat meninggi. Hal ini disebabkan karena Wihalminus sudah beberapa kali diminta untuk meninggalkan lokasi, namun mengabaikan peringatan tersebut. “Memang nada suara saya agak tinggi, karena saya sudah berulang kali menyampaikan bahwa dia bukan lagi rektor, tetapi masih melakukan rapat di kampus. Ini tidak etis,” tambahnya.
Dia menegaskan bahwa jika Wihalminus tidak menerima pemberhentian dari jabatannya, seharusnya ia menempuh jalur resmi melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) untuk menyampaikan hak-haknya, termasuk pesangon yang berhak diterima.
“Jika dia keberatan karena diberhentikan oleh yayasan, seharusnya melapor ke Disnaker. Silakan saja ke sana, soal pesangon nanti akan diberikan, karena yayasan wajib memenuhi hak tersebut,” jelasnya.
Wihalminus Sombolayuk sendiri telah diberhentikan sebagai Rektor Universitas Atma Jaya berdasarkan surat keputusan dari Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar, Nomor: 010/YPTAJM/SK/II/2025, tertanggal 24 Februari 2025.
Surat tersebut menyatakan pemberhentian dengan hormat Wihalminus dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai rektor periode 2021-2025, yang ditandatangani oleh Ketua Yayasan Atma Jaya, Lita Lompo.
Pemberhentian ini dilakukan karena beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Wihalminus, antara lain melampaui tugas dan fungsinya sebagai rektor, berpihak kepada yayasan yang belum serah terima, dan memfasilitasi ruang rektorat untuk pertemuan mereka. Pelanggaran-pelanggaran ini dianggap sangat berat sehingga tidak memungkinkan adanya pertimbangan dari Senat Universitas Atma Jaya Makassar.
Surat keputusan tersebut juga merujuk pada beberapa regulasi, termasuk Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Anggaran Dasar Yayasan Perguruan Tinggi Atma Jaya Makassar.
Meskipun telah diberhentikan, Wihalminus tetap bersikukuh bahwa dirinya masih menjabat sebagai rektor, berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan di kantor LLDikti Wilayah IX pada 25 Maret lalu.
Dalam pertemuan tersebut, terdapat enam poin kesepakatan penting yang harus dijalankan, termasuk menjaga suasana kampus agar tetap kondusif dan tidak melakukan perubahan pejabat struktural hingga ada keputusan hukum tetap.
Enam poin tersebut, yaitu pertama, menjaga suasana kampus agar tetap kondusif dan proses akademik berjalan sesuai ketentuan. Kedua, menjalankan kembali pengelolaan akademik seperti semula. Ketiga, tidak melakukan perubahan pejabat struktural sampai ada keputusan hukum tetap terkait yayasan. Keempat, mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan perguruan tinggi. Lalu kelima, penyerahan pengelolaan keuangan kepada pihak perguruan tinggi demi keberlangsungan proses akademik. Dan keenam, melakukan audit terhadap seluruh penerimaan pembayaran selama ini.
Hendrikus Kadang, rektor Universitas Atma Jaya saat ini, mengakui bahwa dalam pertemuan tersebut, ia merasa tidak berdaya karena hanya dirinya yang hadir sementara pihak Wihalminus datang dengan banyak orang. Ia juga menegaskan bahwa masalah keuangan adalah kewenangan yayasan, dan ia hanya bertanggung jawab terhadap aspek akademik.
Saat ini, Wihalminus juga telah dilaporkan ke Polda Sulsel atas dugaan tindak pidana penggelapan, karena masih menguasai kendaraan dinas yayasan meskipun sudah diberhentikan sebagai rektor. “Kami melaporkan karena dia masih menguasai kendaraan dinas yayasan,” tutup Muara. []