VATIKAN – ROBERT Francis Prevost, pria berusia 69 tahun asal Chicago, kini resmi menjabat sebagai Paus ke-267 dengan nama Leo XIV, menjadikannya sebagai orang Amerika pertama yang menduduki Tahta Suci.
Dikutip dari BBC, Prevost lahir di Amerika Serikat dari keluarga imigran berdarah Spanyol dan Prancis-Italia. Ia dikenal sebagai sosok penting dalam Gereja, terutama di Amerika Latin, berkat lebih dari dua dekade pelayanannya di Peru sebagai misionaris dan uskup.
“Saya lahir di Amerika Serikat, tetapi kakek dan nenek saya adalah imigran dari Prancis dan Spanyol,” ujarnya dalam sebuah wawancara sebelum terpilih.
Prevost ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1982 dan pindah ke Peru tiga tahun kemudian. Di sana, ia tinggal di antara komunitas yang terpinggirkan, melayani sebagai pastor paroki dan pengajar di seminari Trujillo, serta membangun hubungan yang erat dengan masyarakat lokal.
Pada tahun 2014, ia diangkat menjadi Uskup Chiclayo oleh Paus Fransiskus, yang kemudian menjadikannya kardinal pada tahun 2023.
Dalam pidato perdananya sebagai Paus, Leo XIV menyampaikan penghormatan mendalam kepada pendahulunya dan menyerukan persatuan. “Kita masih mendengar suara Paus Fransiskus yang lemah namun berani yang memberkati kita,” kata Paus Leo XIV, seperti dilaporkan oleh BBC. “Mari kita bersatu dan bergandengan tangan dengan Tuhan untuk maju bersama.”
Leo XIV dikenal sejalan dengan semangat reformasi Paus Fransiskus, dengan fokus pada pembelaan kaum miskin, perhatian terhadap lingkungan, dan dukungan bagi imigran. Ia pernah menyatakan, “Sudah waktunya kita beralih dari kata-kata ke tindakan,” terkait perubahan iklim, dan mendorong penggunaan energi ramah lingkungan di Vatikan.
Mengenai peran perempuan dalam Gereja, ia mendukung langkah Paus Fransiskus untuk membuka ruang bagi mereka di Dikasteri Para Uskup. “Kehadiran mereka memperkaya perspektif kita,” ucapnya pada Vatikan News, 2023. Ia juga menambahkan bahwa kehadiran perempuan “berkontribusi secara signifikan pada proses penilikan.”
Namun, sikapnya terhadap isu LGBT masih menjadi tanda tanya. Meskipun mendukung pemberkatan pasangan sesama jenis seperti yang dilakukan oleh Fransiskus, ia menegaskan bahwa penerapannya harus mempertimbangkan konteks budaya setempat.
Nama “Leo” yang ia pilih memiliki makna historis yang kuat. Seperti Leo XIII yang terkenal karena membela hak-hak pekerja di masa Revolusi Industri, Leo XIV juga tampaknya siap mengangkat isu-isu sosial. “Ia memilih nama yang secara luas dikaitkan dengan warisan keadilan sosial,” tulis mantan Uskup Agung Boston, Sean Patrick O’Malley.
Kini, semua mata tertuju pada Paus Leo XIV, seorang misionaris yang pernah hidup di tengah rakyat Peru, untuk melihat bagaimana ia akan membimbing Gereja Katolik dalam menghadapi tantangan dunia modern.[]