MAKASSAR – PERUSAHAAN Daerah Air Minum (PDAM) Makassar mengumumkan pemutusan kontrak kerja bagi 400 tenaga kontrak yang akan berlaku mulai Mei 2025. Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari upaya penataan internal dan efisiensi perusahaan.
Meskipun menimbulkan dampak signifikan bagi ratusan keluarga yang bergantung pada pendapatan dari perusahaan air minum milik pemerintah daerah tersebut.
Kepala Seksi Humas PDAM Makassar, Hasan, menyampaikan permohonan maaf atas kebijakan tersebut. Dia menjelaskan bahwa keputusan ini terpaksa diambil demi menyelamatkan perusahaan. “Manajemen PDAM memohon maaf atas kebijakan ini. Ini terpaksa dilakukan untuk penyelamatan perusahaan. Terima kasih atas dedikasi dan pengabdiannya selama ini,” kata Hasan dalam siaran persnya
Hasan berharap para pegawai yang kontraknya tidak diperpanjang dapat memahami situasi perusahaan saat ini. Pemutusan kontrak ini langsung berdampak pada ratusan keluarga yang menggantungkan hidup dari gaji bulanan di PDAM.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) ini juga memicu respons dari DPRD Kota Makassar. Anggota Komisi B DPRD Makassar, Umiyati, menyatakan bahwa keputusan tersebut disayangkan, meskipun secara hukum dapat dibenarkan.
Dia menilai hal ini sebagai bagian dari risiko pekerjaan kontrak yang memang tidak menjamin status tetap. “Empat ratus pegawai PDAM yang tidak diperpanjang kontraknya, itu memang sangat disayangkan. Tapi kita harus pahami bahwa ini adalah bagian dari risiko pekerjaan kontrak,” kata Umiyati.
Menurut Umiyati, pergantian manajemen di PDAM dapat membawa kebijakan baru, termasuk perampingan pegawai. Namun, dia mengingatkan agar keputusan ini tidak dijadikan celah untuk memasukkan orang-orang yang dekat dengan petinggi perusahaan.
“Kalau nanti keuangan PDAM membaik dan butuh tenaga tambahan, panggil kembali mereka yang sudah tahu pekerjaan sebelumnya. Jangan sampai malah orang baru dari lingkaran direksi yang masuk. Itu tidak sehat,” tegasnya.
Umiyati juga meminta Pemerintah Kota Makassar dan manajemen PDAM untuk menunjukkan tanggung jawab sosial. Menurutnya, ratusan mantan pegawai yang kehilangan pendapatan tidak bisa diabaikan. “Empat ratus orang ini bukan hanya angka. Itu berarti 400 kepala keluarga yang kehilangan pendapatan. Ini bukan hal kecil. Maka perlu ada perhatian,” tutupnya.[]