Kenapa Gen Z Gak Betah Ngobrol Lama-Lama? Ini Jawabannya!

Interaksi sosial generasi muda (foto:pexels)

Sebuah studi terbaru mengungkap fakta mengejutkan: sebanyak tiga dari empat orang dewasa muda dari Generasi Z (Gen Z) mengaku kesulitan untuk mempertahankan fokus selama percakapan langsung. Bahkan, sebagian besar mulai memainkan ponsel mereka hanya dalam dua menit pertama interaksi.

Dilansir dari Mirror pada Minggu (13/4/2025), penelitian yang melibatkan 2.000 responden berusia 18–28 tahun ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh teknologi digital dan kecanduan smartphone terhadap kemampuan konsentrasi, hubungan sosial, dan kondisi mental generasi muda.

Ketergantungan Tinggi pada Smartphone Ganggu Interaksi Sosial

Riset yang dilakukan oleh AXA UK dalam laporan tahunannya, Mind Health Report, menemukan bahwa 39 persen responden merasakan dorongan kuat untuk memeriksa ponsel saat sedang berbicara dengan orang lain. Aktivitas seperti mengecek pesan masuk dan menjelajah media sosial menjadi penyebab utama distraksi, dengan notifikasi yang dianggap sulit untuk diabaikan.

Menurut psikolog Dr. Linda Papadopoulos, meskipun Gen Z hidup dalam era paling terkoneksi secara digital, mereka justru semakin merasa kesepian dan mengalami kecemasan sosial.

“Notifikasi tanpa henti, kebiasaan scrolling terus-menerus, serta tekanan untuk selalu hadir secara online membuat sistem saraf mereka terstimulasi berlebihan dan berdampak buruk pada rentang perhatian,” jelas Dr. Papadopoulos.

Gen Z Mulai Menghindari Percakapan Langsung

Sebanyak 38 persen responden menyebutkan bahwa percakapan tatap muka terasa membosankan, dan 63 persen lainnya mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi langsung. Tak heran jika banyak yang menjadikan ponsel sebagai bentuk pelarian, bahkan saat sedang bersama keluarga, teman, atau dalam situasi sosial lainnya.

Lebih lanjut, 28 persen responden menyatakan mengalami kecemasan yang serius saat mereka tidak membawa ponsel. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan digital telah menimbulkan efek psikologis yang nyata.

Media Sosial: Penyebab Tekanan Mental dan Kecemasan

Laporan ini juga mencatat bahwa lebih dari setengah Gen Z merasa tertekan untuk segera membalas pesan, meskipun mereka sebenarnya tidak ingin melakukannya. Bahkan, beberapa pasien Dr. Papadopoulos mengaku bangun di malam hari hanya untuk memeriksa notifikasi.

Sekitar 20 persen Gen Z menyatakan bahwa konsentrasi dan produktivitas mereka terganggu akibat penggunaan ponsel yang berlebihan. Media sosial disebut sebagai faktor utama yang memperburuk kondisi kesehatan mental generasi ini.

Sebanyak 33 persen responden juga mengaku sering membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial, yang berdampak negatif terhadap kepercayaan diri. Ditambah lagi, sepertiga lainnya merasa kesehatan mentalnya memburuk karena kebiasaan scrolling sebelum tidur.

Mencari Bantuan Masih Jadi Tantangan

CEO AXA UK & Ireland, Tara Foley, menyoroti hasil temuan ini sebagai sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius.

“Kami sangat prihatin. Walau kita hidup di dunia yang makin terkoneksi lewat layar, kita justru kehilangan koneksi antar manusia,” ujarnya.

Namun ironisnya, hanya 14 persen Gen Z yang mengalami masalah kesehatan mental memilih untuk mencari bantuan profesional. Sebagian besar lebih memilih bercerita kepada teman (37 persen) atau pasangan (31 persen). Bahkan, 14 persen lainnya tidak memiliki siapa pun untuk diajak bicara.

Sinyal Positif: Upaya untuk Detoks Digital

Meski begitu, terdapat sisi positif dari laporan ini. Sebanyak 56 persen responden telah mulai mengambil langkah sadar untuk mengurangi waktu bermain ponsel atau rehat dari media sosial sebagai upaya menjaga kesehatan mental mereka.

Dr. Papadopoulos menegaskan bahwa solusi bukanlah dengan sepenuhnya menjauh dari teknologi, tetapi dengan membentuk kebiasaan digital yang sehat dan menciptakan batasan dalam penggunaannya.

Sementara itu, Foley berharap riset ini bisa menjadi pemicu bagi berbagai pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan pendekatan dan solusi inovatif guna membangun ketahanan mental yang lebih kuat, terutama bagi generasi muda di era digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *