Remaja sering mendapat label nakal, pembangkang, atau susah diatur. Banyak orang dewasa yang merasa frustrasi ketika menghadapi sikap remaja yang cenderung menantang aturan, emosional, dan impulsif. Namun, tahukah kamu bahwa semua itu sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah?
Fase remaja adalah masa transisi yang sangat penting dari anak-anak menuju dewasa. Di masa ini, terjadi banyak perubahan — bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional, psikologis, dan terutama perkembangan otak. Perubahan-perubahan ini bisa membuat remaja bertindak dengan cara yang tidak bisa dimengerti oleh orang dewasa.
Berikut adalah penjelasan lengkap tentang tiga alasan ilmiah kenapa remaja sering dicap nakal:
1. Perkembangan Otak Remaja Masih Berjalan
Otak manusia tidak langsung sempurna saat lahir. Faktanya, otak terus berkembang hingga usia 25 tahun! Bagian penting dari otak yang disebut prefrontal cortex — yang bertugas mengatur pengambilan keputusan, berpikir jangka panjang, dan mengendalikan emosi — masih dalam tahap pematangan saat remaja.
Sebaliknya, bagian otak yang disebut sistem limbik (yang bertanggung jawab terhadap emosi dan dorongan) berkembang lebih cepat. Akibatnya, remaja lebih sering mengikuti perasaan daripada logika.
Inilah alasan kenapa remaja:
-
Mudah tersinggung atau marah,
-
Sering ambil keputusan tanpa pikir panjang,
-
Melakukan hal berisiko hanya untuk mencari sensasi atau diakui teman.
Contoh nyatanya: ikut balapan liar, melanggar jam malam, atau ikut-ikutan tren media sosial berbahaya.
2. Otak Remaja Merespons Stres Secara Berbeda
Remaja hidup di tengah tekanan yang cukup besar: tuntutan sekolah, ekspektasi orang tua, tekanan sosial, dan perubahan hormon. Meski terlihat kuat atau cuek, banyak remaja sebenarnya merasa kewalahan.
Karena bagian otaknya belum sepenuhnya berkembang, remaja cenderung bereaksi lebih emosional terhadap stres. Ini juga membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan mental, seperti:
-
Kecemasan berlebihan,
-
Depresi ringan hingga berat,
-
Ledakan emosi atau menarik diri dari lingkungan sosial.
Menurut National Institute of Mental Health, penting untuk menyadari bahwa reaksi stres pada remaja bukan karena mereka lemah, melainkan karena otak mereka masih belajar cara mengelola tekanan secara sehat.
3. Pola Tidur Remaja Berubah Drastis
Tahukah kamu bahwa remaja butuh tidur lebih banyak daripada orang dewasa? Idealnya, remaja membutuhkan 8–10 jam tidur setiap malam. Tapi nyatanya, banyak remaja tidur larut malam dan bangun pagi-pagi untuk sekolah.
Hal ini bukan semata-mata karena main gadget atau rebahan. Perubahan hormon tidur yang disebut melatonin membuat tubuh remaja secara alami lebih aktif di malam hari dan sulit bangun pagi.
Akibat dari kurang tidur antara lain:
-
Sulit konsentrasi di sekolah,
-
Suasana hati tidak stabil,
-
Mudah tersulut emosi atau stres.
Dalam jangka panjang, kurang tidur bisa memperburuk performa akademik dan kesehatan mental.
Jadi, Apa Solusinya?
Label “nakal” sering kali membuat remaja merasa tidak dimengerti. Padahal, mereka sebenarnya butuh dukungan, bimbingan, dan ruang untuk berkembang.
Berikut beberapa hal yang bisa membantu remaja menjalani fase ini dengan lebih baik:
-
Komunikasi terbuka antara orang tua dan remaja,
-
Waktu tidur yang cukup dan menghindari gadget sebelum tidur,
-
Belajar manajemen stres, seperti meditasi, olahraga, atau menulis jurnal,
-
Dukungan dari guru, konselor, atau tenaga profesional bila diperlukan.
Perilaku remaja yang dianggap “nakal” sebenarnya punya dasar ilmiah. Otak mereka masih berkembang, respons terhadap stres belum stabil, dan pola tidur berubah drastis. Alih-alih menghakimi, lebih baik kita memahami dan mendampingi mereka melewati masa ini dengan empati dan perhatian.