JAKARTA – OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) RI menegaskan bahwa sektor jasa keuangan Indonesia tetap stabil meskipun ekonomi global menghadapi ketidakpastian akibat perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik, dan volatilitas pasar keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan hal ini dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada 26 Maret 2025. “Stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga di tengah meningkatnya dinamika perekonomian global,” ujarnya pada Jumat (11/4/2025).
Mahendra menjelaskan bahwa perekonomian global menunjukkan perbedaan yang mencolok, dengan data perekonomian AS yang berada di bawah ekspektasi, sementara Eropa dan Tiongkok menunjukkan hasil yang lebih baik dari yang diperkirakan. Volatilitas pasar tetap tinggi, didorong oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi dan meningkatnya risiko geopolitik.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 ke angka 3,1 persen, dan 3 persen untuk 2026, akibat hambatan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami revisi menjadi 4,9 persen di 2025, meskipun penurunan ini sejalan dengan tren negara-negara sebanding.
Di Amerika Serikat, PDB pada triwulan IV tercatat sebesar 2,4 persen secara kuartalan, namun diprediksi akan mengalami kontraksi pada triwulan I menurut Fed GDPNow. Aktivitas ekonomi melambat dengan tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,2 persen. Meskipun demikian, The Fed mempertahankan tingkat suku bunga dan merencanakan pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 1 hingga 2 kali di tahun 2025.
Sementara itu, di Tiongkok, pemerintah meluncurkan stimulus untuk mendorong konsumsi. Permintaan menunjukkan tanda-tanda perbaikan, terlihat dari peningkatan penjualan ritel, kendaraan, dan harga rumah baru, meskipun masih berada dalam zona kontraksi.
Di dalam negeri, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) nasional pada Maret 2025 terjaga di angka 1,03 persen year-on-year (yoy). Inflasi inti di Februari juga cukup terkendali di angka 2,48 persen yoy, menunjukkan bahwa permintaan domestik masih baik, meskipun ada beberapa indikator permintaan yang mulai moderat.
Kinerja perekonomian nasional tetap solid, sebagaimana dinyatakan dalam tinjauan berkala Moody’s Investors Service yang mengonfirmasi peringkat kredit Indonesia di level Baa2 dengan outlook stabil. Fitch juga mempertahankan rating Indonesia di level BBB dengan outlook stabil, mencerminkan keyakinan global terhadap fundamental ekonomi Indonesia dan kebijakan yang mampu menjaga ketahanan sektor keuangan.
Saat ini, rating Indonesia dan posisi indikator kerentanan eksternal menunjukkan daya tahan perekonomian dan pasar keuangan yang relatif baik dibandingkan negara-negara sebanding. Hal ini terlihat dari defisit fiskal (Indonesia: 2,29 persen, Turki: 5,21 persen, India: 7,8 persen), rasio utang luar negeri terhadap PDB (Indonesia: 30,42 persen, Turki: 43,9 persen, India: 19,3 persen), dan neraca transaksi berjalan terhadap PDB (Indonesia: -0,63 persen, Turki: -2,2 persen, India: -1,1 persen).[]